Sabtu, 08 Februari 2014

Memutuskan Pesanan

Selama 3 minggu sejak Pertemuan Pertama dengan Mas A the builder, saya berpikir apakah jadi atau tidak memesan motor modif. Pertanyaan mendasar yang saya pikirkan adalah apa manfaat punya motor modif?
Tidak ada keraguan di hati saya untuk memiliki motor modif. Terbayang desainnya yang wah. Imajinasi semakin liar, terbayang bahwa mata orang yang jelalatan melihat saya mengendarai motor tersebut. Motor saya bobber custom, bakal unik dan bisa jadi ada porsi hand made. Model pasti banyak yang sama, tapi di rincian pasti ada beda. Motor saya bukanlah motor modif pasaran. Melihatnya sekilas, orang tidak akan tahu bahwa itu basisnya Scorpio. Totally different.
Lha terus untuk apa punya motor seperti itu? Dipakai harian ke kantor juga nggak. Antar anak ke sekolah? Henteu. Antar istri ke pasar?  Ndak lah, lha wong di benak saya, motor itu single seat. Bentuk segitiga dari kulit, seperti motor PD II. Pikiran berorientasi efektivitas dan efisiensi terus bergayut di kepala saya. Ngapain buang uang untuk motor yang ndak efektif dan efisien digunakan?
Dulu saya pernah punya Toyota Hardtop hijau 1978. Gagah dan puas memakainya. Banjir ndak peduli, trabas saja. Boros ? Memang, tapi ndak saya pakai setiap hari kok. Kalau ada Metromini melawan arus, saya cuek saja. Nyetir lurus nggak berubah, ntar Metromini yang ngalah kok. Bodi Hardtop besi betul, bukan blek!  Saya pakai Jakarta – Sumbawa pp, berdua Kang A. Puass. Tapi setelah itu jarang saya pakai, kebanyakan diem di garasi. Bertahun-tahun seperti itu sampai akhirnya ada yang minat membeli dengan harga dua kali lipat harga beli dulu.
Itu juga yang saya kuatirkan. Kalau setahun dua tahun setelah saya miliki lalu bosan bagaimana? Ada masa kehilangan momentum untuk memanfaatkannya. Seperti Hardtop dulu.
Mari kita balik pertanyaannya. Untuk apa motor modif itu? Motor itu dipakai untuk nampang. Being exposed, nampaknya salah satu yang saya sukai. Saya bukan tipe orang yang ingin nampang. Namun sesekali di hidup ini, saya perlu momen untuk nampang abis. Jujur sesekali saya perlu being exposed.
Menyiapkan motor modif mestinya menjadi kegiatan yang mengasyikkan. Belajar sesuatu, dan memelihara harapan apa yang terjadi kalau saya punya motor tersebut, kayaknya fun banget. Nulis blog sekalian biar fun, without mentioning my name.
Karir, pekerjaan, dan penghasilan saya relatif mapan. Bukan top executive, bukan pula penghasilan sangat besar. Usia pun sudah setengah umur. Tapi tetap perlu fun. Keluar duit untuk fun, tidak terlalu masalah untuk saya.
Punya barang yang unik, entah mengapa, selalu menarik perhatian. Mungkin juga setahun dua tahun terakhir melihat acara-acara terkait seperti American Chopper, Car SOS, Kings of Restoration, Pawn Shop, Cajun Pawn Shop. Discovery Turbo juga sering saya lihat. Apresiasi saya terkait restorasi kendaraan dan kegiatan modif meningkat.
Saya selalu tertarik dengan inovasi baru. Dunia modif adalah dunia penuh inovasi. Ekonomi kreatif, pakai istilah pemerintah, menjadi kesukaan saya. Kerjaan saya terkait dengan promosi industri dalam negeri. Ini saatnya mendorong industri dalam negeri.
Kalau bosan dengan motor modif itu bagaimana? Yaa mudah-mudahan bisa saya jual dengan harga baik, amiin. Supaya kebosanan tidak datang cepat? Salah satunya saya harus terlibat aktif dalam mendesain dan menyusun spesifikasinya Keterkaitan batin akan jauh lebih besar. Ieu motor abdi, garis besar desain ti abdi. Builder nu nerjemahkeun, ngarancang, jeung ngabangunna.
Konsultasi dengan isteri menjadi bagian penting dari proses pengambilan keputusan. Saya jelaskan konsekuensinya, terangkan limitasinya. Budget menjadi bagian yang harus dijelaskan transparan. Ini bukan moge yang menghabiskan duit. Ini pakai motor yang jauh lebih murah, banyak di pasaran kok. Ini bukan motor sehari-hari. Ini motor yang saya pakai sesekali keliling perumahan, sesekali turing. Narsis dikit. Tapi maaf, motornya tidak ada boncengannya.
Saran dia, sholat istiqoroh agar diberi petunjuk supaya keputusan menjadi berkah. Saya sholat Istiqoroh 2 kali. Bukan mimpi atau petunjuk pasti yang saya dapat. Yang jelas, keinginan saya memiliki motor modif justru semakin besar.
Dari status ekonomi yang saya miliki, mestinya ndak masalah membangun motor modif. Dari kebanggaan yang nantinya saya dapat, mestinya membawa berkah tho. Mungkin Tuhan menyuruh saya memutuskan sendiri. Nggak usah dijawab ya, putusen dewe, kira-kira demikian kali.
Setelah mengevaluasi “respons” Tuhan, saya minta ijin ke istri saya untuk menelpon Mas A. Telpon saja, kata my lovely wife. Bismillah, lalu saya telpon dia untuk memesan motor modif.
Diskusi singkat terjadi di antara kami. Saya bertanya kapan sketch design bisa dikirim ke saya. Dia jawab sekitar 5-6 hari akan dikirim via email. Saya berikan no hp dan email saya. Bukan no dan email utama. Saya sudah buat email address khusus untuk berkomunikasi dengan dia. No hp pun beda dengan no yang sering saya pakai. Biar nggak tercampur dengan urusan kantor dan sehari-hari, maksud saya begitu.
Mas A lalu bertanya tentang kriteria pertama dalam mendesain motor. Apa jenis mesin yang mau saya pakai? Saya jawab Yamaha Scorpio, bore up. Motor seperti apa?, itu pertanyaan berikutnya. Lah Ini kriteria kedua. Seperti yang kita diskusikan di Pertemuan Pertama mas. Bobber ala PD II. Baik pak, saya akan gambar berdasarkan mesin Yamaha Scorpio. Nanti ada 2 opsi gambar bobber, kita diskusikan setelah mas terima email dari saya, pungkas Mas, A the builder.
Bismillah, in His Name, semoga putusan ini membawa berkah. Salaam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar