Selama 3 minggu sejak Pertemuan Pertama dengan Mas A the
builder, saya berpikir apakah jadi atau tidak memesan motor modif. Pertanyaan
mendasar yang saya pikirkan adalah apa manfaat punya motor modif?
Tidak ada keraguan di hati saya untuk memiliki motor modif.
Terbayang desainnya yang wah. Imajinasi semakin liar, terbayang bahwa mata
orang yang jelalatan melihat saya mengendarai motor tersebut. Motor saya bobber
custom, bakal unik dan bisa jadi ada porsi hand
made. Model pasti banyak yang sama, tapi di rincian pasti ada beda. Motor
saya bukanlah motor modif pasaran. Melihatnya sekilas, orang tidak akan tahu
bahwa itu basisnya Scorpio. Totally
different.
Lha terus untuk
apa punya motor seperti itu? Dipakai harian ke kantor juga nggak. Antar anak ke
sekolah? Henteu. Antar istri ke
pasar? Ndak lah, lha wong di
benak saya, motor itu single seat.
Bentuk segitiga dari kulit, seperti motor PD II. Pikiran berorientasi
efektivitas dan efisiensi terus bergayut di kepala saya. Ngapain buang uang untuk motor yang ndak efektif dan efisien
digunakan?
Dulu saya pernah punya Toyota Hardtop hijau 1978. Gagah dan
puas memakainya. Banjir ndak peduli, trabas saja. Boros ? Memang, tapi ndak
saya pakai setiap hari kok. Kalau ada
Metromini melawan arus, saya cuek saja. Nyetir lurus nggak berubah, ntar
Metromini yang ngalah kok. Bodi Hardtop besi betul, bukan blek! Saya pakai Jakarta – Sumbawa pp, berdua Kang
A. Puass. Tapi setelah itu jarang saya pakai, kebanyakan diem di garasi. Bertahun-tahun seperti itu sampai akhirnya ada yang
minat membeli dengan harga dua kali lipat harga beli dulu.
Itu juga yang saya kuatirkan. Kalau setahun dua tahun setelah
saya miliki lalu bosan bagaimana? Ada masa kehilangan momentum untuk
memanfaatkannya. Seperti Hardtop dulu.
Mari kita balik pertanyaannya. Untuk apa motor modif itu?
Motor itu dipakai untuk nampang. Being exposed, nampaknya salah satu yang
saya sukai. Saya bukan tipe orang yang ingin nampang. Namun sesekali di hidup
ini, saya perlu momen untuk nampang abis. Jujur sesekali saya perlu being exposed.
Menyiapkan motor modif mestinya menjadi kegiatan yang
mengasyikkan. Belajar sesuatu, dan memelihara harapan apa yang terjadi kalau
saya punya motor tersebut, kayaknya fun
banget. Nulis blog sekalian biar fun,
without mentioning my name.
Karir, pekerjaan, dan penghasilan saya relatif mapan. Bukan top executive, bukan pula penghasilan
sangat besar. Usia pun sudah setengah umur. Tapi tetap perlu fun. Keluar duit untuk fun, tidak terlalu masalah untuk saya.
Punya barang yang unik, entah mengapa, selalu menarik
perhatian. Mungkin juga setahun dua tahun terakhir melihat acara-acara terkait
seperti American Chopper, Car SOS, Kings of Restoration, Pawn Shop, Cajun Pawn
Shop. Discovery Turbo juga sering saya lihat. Apresiasi saya terkait restorasi
kendaraan dan kegiatan modif meningkat.
Saya selalu tertarik dengan inovasi baru. Dunia modif adalah
dunia penuh inovasi. Ekonomi kreatif, pakai istilah pemerintah, menjadi
kesukaan saya. Kerjaan saya terkait dengan promosi industri dalam negeri. Ini
saatnya mendorong industri dalam negeri.
Kalau bosan dengan motor modif itu bagaimana? Yaa
mudah-mudahan bisa saya jual dengan harga baik, amiin. Supaya kebosanan tidak
datang cepat? Salah satunya saya harus terlibat aktif dalam mendesain dan
menyusun spesifikasinya Keterkaitan batin akan jauh lebih besar. Ieu motor abdi, garis besar desain ti abdi. Builder nu nerjemahkeun, ngarancang,
jeung ngabangunna.
Konsultasi dengan isteri menjadi bagian penting dari proses
pengambilan keputusan. Saya jelaskan konsekuensinya, terangkan limitasinya.
Budget menjadi bagian yang harus dijelaskan transparan. Ini bukan moge yang
menghabiskan duit. Ini pakai motor yang jauh lebih murah, banyak di pasaran kok. Ini bukan motor sehari-hari. Ini
motor yang saya pakai sesekali keliling perumahan, sesekali turing. Narsis dikit. Tapi maaf, motornya tidak
ada boncengannya.
Saran dia, sholat istiqoroh agar diberi petunjuk supaya
keputusan menjadi berkah. Saya sholat Istiqoroh 2 kali. Bukan mimpi atau
petunjuk pasti yang saya dapat. Yang jelas, keinginan saya memiliki motor modif
justru semakin besar.
Dari status ekonomi yang saya miliki, mestinya ndak masalah membangun motor modif. Dari
kebanggaan yang nantinya saya dapat, mestinya membawa berkah tho. Mungkin Tuhan menyuruh saya
memutuskan sendiri. Nggak usah
dijawab ya, putusen dewe, kira-kira
demikian kali.
Setelah mengevaluasi “respons” Tuhan, saya minta ijin ke
istri saya untuk menelpon Mas A. Telpon
saja, kata my lovely wife.
Bismillah, lalu saya telpon dia untuk memesan motor modif.
Diskusi singkat terjadi di antara kami. Saya bertanya kapan sketch design bisa dikirim ke saya. Dia
jawab sekitar 5-6 hari akan dikirim via email. Saya berikan no hp dan email
saya. Bukan no dan email utama. Saya sudah buat email address khusus untuk berkomunikasi dengan dia. No hp pun beda
dengan no yang sering saya pakai. Biar nggak tercampur dengan urusan kantor dan
sehari-hari, maksud saya begitu.
Mas A lalu bertanya tentang kriteria pertama dalam mendesain motor. Apa jenis mesin yang mau saya pakai? Saya jawab Yamaha Scorpio, bore up. Motor seperti apa?, itu pertanyaan berikutnya. Lah Ini kriteria kedua. Seperti
yang kita diskusikan di Pertemuan Pertama mas. Bobber ala PD II. Baik pak,
saya akan gambar berdasarkan mesin Yamaha Scorpio. Nanti ada 2 opsi gambar
bobber, kita diskusikan setelah mas terima email dari saya, pungkas Mas, A
the builder.
Bismillah, in His Name, semoga putusan ini membawa berkah.
Salaam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar