Sabtu, 15 Februari 2014

Memburu Motor Donor


Mari berburu motor donor (donor bike). Sesuai kriteria, saya akan menggunakan motor Yamaha Scorpio tahun 2006. Tahun-tahun sesudahnya mesinnya sama kok, hanya tampilan yang berbeda. The Scorpion King –varian tahun 2014- juga menggunakan mesin yang sama persis.
Karena yang saya butuhkan hanya mesinnya saja, makanya yang dicari Scorpio Z 2006. Scorpio diterbitkan tahun 2001. Mesin yang dipakai sama, tidak ada perubahan sampai sekarang. Penambahan terakhir tahun 2006, ditambahkan air induction system (AIS). Jadi 2006 merupakan tahun terlama dengan mesin versi terakhir.
Tahun 2006 dipilih karena produksi terlama tapi mesinnya sama, harga mestinya murah. Bisa saja beli tahun 2008, tapi harga lebih mahal, padahal mesinnya sama saja. Mesin yang diekspor ke Jepang, yaa versi ini. Dengan cc ditambah menjadi 250cc. Mudah-mudahan ndak salah kesimpulan. Saya putuskan memburu Scorpio Z tahun 2006.
Dari mana saya berburu? Tentunya dari internet. Mulailah saya jelajahi website macam Toko Bagus, Berniaga, Pos Kota dan lain-lain. Secara khusus, saya minta tolong dengan Driver H untuk tanya kiri-kanan, barangkali ada yang menjual Scorpio. Karena kesibukan saya, Driver H saya tugaskan untuk melakukan survei apabila ada motor yang menarik perhatian.
Panduan utama dalam berburu adalah pesan Mas A the builder. Tahun produksi tidak penting, yang penting mesinnya bagus! Pengalaman Mas A dengan Scorpio terakhir, ternyata mesinnya payah. Jeroannya amburadul, perlu banyak suku cadang yang harus diganti. Menyedot biaya geto.
Dari hasil eksplorasi tersebut, ada beberapa kesimpulan. Pertama, hukum besi, semakin tua umur motor, harga semakin murah. Kalau ada Scorpio berumur tua (2001 atau 2002) minta harga di atas Rp 7 juta (per akhir 2013/awal 2014), mungkin ada yang spesial. Mesin tua, kilometer entah sudah berapa, mestinya sudah banyak masalah. Alasannya biasanya, mesin Yamaha Scorpio tahun-thun awal masih diimpor dari Jepang.
Pendapat saya, lupakan “Pio” tua dengan harga tinggi. Jangan-jangan penjualnya nggak ngerti harga jual, atau terlanjur nilai belinya dulu ketinggian, atau butuh uang (BU), atau yaa kondisinya sangat baik. Saya putuskan untuk menghindari mesin tua, cari yang segeran. Maklum ndak terlalu paham mesin.
Kesimpulan kedua, beli motor di Jakarta!. Survei internet membuktikan bahwa harga di Jabodetabek lebih murah dibanding kota-kota lain se Indonesia. Pio 2006 di kota Mas A the builder bisa mencapai 12 -13 juta perak. Di Jakarta bisa lebih murah beberapa juta. Di luar Jawa harga bisa lebih mahal lagi.
Karena secara KTP saya ini penduduk Jakarta, maka saya cari motor dengan yang terdaftar di DKI Jaya. Kalau motornya terregister di daerah lain, ada biaya mutasi euy. Ribet pula ngurus narik suratnya. Ada Pio murah dan tahunnya relatif baru yang diiklankan di Bandung. Suratnya register propinsi Ujung Barat Indonesia. Eta kumaha ngurus nglepas suratna ti diditu? Kapan penjualnya di Bandung bisa narik surat dari sono? Kalau anda mau ambil resiko seperti itu mah mangga wee, abdi mah henteu.
Lalu ketiga, mamang jeung bibi, cermati iklan berulang. Ini artinya motor tersebut belum laku. Ada potensi harga bisa turun! Luangkan waktu betul untuk mengecek halaman website beberapa hari ke belakang. Iklan di hari kerja biasanya lebih sedikit dibanding akhir minggu. Ada potensi harga juga lebih murah, khususnya apabila iklan pertama di hari Sabtu atau Minggu, dan iklan kedua di Selasa atau Rabu.
Keempat, oom dan tante, motor disurvei langsung. Bahasa iklan “motor mulus”, “mesin terawat”, “kondisi siap pakai”, “ban besar” dlsb, harus dibuktikan di lapangan. Anda percaya, karena anda lihat barangnya khan?
Pengalaman menunjukkan, sering ada perbedaan antara bahasa iklan dengan kenyataan di lapangan. Bilangnya body mulus, siap pakai, eh baret-baret dan penyok dikit. Tertulis mesin tokcer, siap pakai, lho kok ternyata sulit dinyalakan. Mesin terawat, eh pas gas dipuntir knalpot ngebul.
Pasang mata betul ke penampakan mesin. Jangan ada bekas-bekas bocor. Jangan ada retakan. Ada garis di mesin, saran saya raba deh siapa tahu itu retakan.
Saat mensurvei, coba dirasakan feeling si penjual. Kenapa dia menjual?. Kalau dia seminggu dua minggu sebelumnya berhenti kerja, barangkali sedang BU. BU berarti ada potensi harga turun. Kalau motor jarang dipakai, barangkali dia sudah bosen. Kalau dia mau ganti ke motor matik yang lebih murah dan irit BBM, nah ini salah satu kondisi yang dicari. Biasanya yang penting motor terjual. Kalau dia cuek-cuek saja, diajak ngomong pura-pura sibuk, ditelpon susah, disms nggak respons, tinggalkan saja cari penjual lainnya.
Kelima, cek surat-suratnya. Ada yang ngaku nomor DKI ternyata maaf pak Jabodetabek maksud saya. Masih Polda Metro kok pak. Saya ingin motor itu resmi punya saya. Bapak ibu ternyataaa … banyak pemilik motor yang malas bayar pajak!! Ada yang mati setahun, 2 tahun, ada lagi yang pajaknya mati bertahun-tahun. 
Ada yang aneh. Pio 2009 dikasih harga murah banget, 7 juta. Kondisi bagus, lha motor 2009. Pajak sampai berapa bulan lagi. STNK ada, tapi dokumen BPKB katanya di bank di kabupaten asalnya. Punya utang berapa pak?, tanya Driver H. Rp 5 juta mas H, jawabnya.
Ujung-ujungnya dia mau harga Rp 6 juta. Saya tawarkan proposal, bagaimana kalau saya bayar Rp 5 juta dulu, buat bayar utang. KTP dan SIM anda saya pegang. Sisanya Rp 1 juta lagi saya bayar setelah dokumen BPKB anda kasih ke saya. Tidak pak, jawabnya. Bapak bayar Rp 6 juta sekaligus. Lha BPKP gimana mas? Tanya Driver H. Nanti saya antar ke mas H. Wah … tanda-tanda nggak beres niy.
Proses yang saya lakukan sekitar 3 minggu, sampai mendapatkan motor yang paling potensial. Driver H mengatakan ada teman ponakannya yang mau jual motor Scorpio Z 2006. Kondisinya katanya baik. Lalu saya kirim mas H untuk survei. BBM dia singkat saja, ini motor terbaik pak! Ada foto Pio warna hitam. Buka harga di atas 10 juta.
Lalu proses tawar menawar terjadi. Melalui Driver H saya bilang, sampaikan ke dia kalau saya benar-benar mau beli motor. Kalau harga di atas 10 juta, saya tidak berminat. Tapi kalau harga bisa turun di bawah 10 juta, saya siap beli. Akhirnya harga turun di bawah 10 juta.
Saya pun datang untuk membayar. Cek surat-surat, cocok semua. Saya coba sendiri, kondisinya sangat baik. Body baik, ndak mulus-mulus amat tapi terawat. Electric dan kick starter berjalan baik. Lampu OK. Per masih orisinil. Tidak ada bekas baret dan bocor di mesin. Bismillah, done. Motor pun terbeli.
Sampai di rumah, motor saya coba putar-putar sampai hampir 100 km/jam. Tidak ada keluhan sama sekali. Rem OK. Asik, sudah lama nggak ngebut naik motor.
Saya telpon Mas A the builder untuk koordinasi tentang pengiriman. Saya minta ke dia agar limbah sisa Scorpio dikirim balik ke saya. Lalu saya tanya lagi tentang bore up. Jawabannya masih sama, ndak usah di bore-up. Porting polish mas? tanya saya. Bisa saja pak, jawabnya. Tapi saya masih ingin punya mesin yang powernya baik. Gini saja pak, kata Mas A the builder, Sebelum mesin dinaikkan ke rangka, kita diskusikan lagi ya. OK deh.
Motor telah dikirim. Mas A the builder bilang kalau kondisi mesinnya baik. Beda dengan Pio sebelumnya yang dia garap. Alhamdulillah, saya sukses berburu. Salaam.

Pertemuan Kedua (The 2nd Meeting)


In mid January 2014, I had a chance to visit Mas A the builder. I brought my wife along, and ask Kang A to join us in the city.

After presented several idea in a business meeting in a famous 5 stars hotel, I visited his workshop. After chitchatting, we -myself, my wife, Kang A, and Mas A the builder of course- had an hour discussion accordingly.

Here’s a brief summary of our 2nd discussion.

1st topic, where’s the rear spring?. I just can’t find it the sketch. Owh … it’s right under the seat Sir, relied Mas A the builder. Then we have discussed about the spring and frame configuration. A detailed discussion I should say. I emphasized to have a soft suspension. I’ll use it mostly on road, and in my town the road quality isn’t good enough. Then I approved several key design criteria.

Ok then, 2nd topic. The front spring, 1 or 2 springs? I asked. If 1 then apply the bigger one. If 2, then use 2 smaller springs. We have spent 10 minutes discussing front fork, suspension and its mechanism, frame again, head lamp etc.

3rd topics, tanks. We have spent almost 30 minutes on this particular issue. Both option present unique tank designs. 1st A smooth curve from handle bar to underneath seat. The 2nd option, is “fly” above frame. Then he told me which one is more classic as opposed to “naughty”.

From this discussion, I have learnt something. Tank plays a critical component in building a custom bike. Tank is the “nuance” of the bike. It really defines the bike. Tank often used to differentiate one bike to others. Two bikes with similar model, say bobber, the difference between both can be seen by as different by identifying tanks model and painting pattern. In Indonesia, the formal color of a motorbike written in Samsat (DMV) is exactly the color of its tank.

By this point, I decided to choose the 2nd sketch. Tell you this, it was not an easy process. I really like the 1st sketch, somehow I don’t like tank-frame integration. Can not tell you more details about this. It is indeed a unique idea, a genuine artist idea! The 1st sketch bring classic nuance yet not too classical.

In the 2nd sketch, I personally like the idea of a tank sort of flying on top of frame. It’s a genuine Mas A the builder idea. He already built 1 bike using the same idea. A thick classical nuance yet stylish –out of box approach- tank.

I asked so many things back and forth. Mas A the builder asked me several question as well, explored what do I really want. My Samsung Galaxy Note 10.1 proved as a useful gadget! We easily swiped between both sketch. My wife took a nice picture when we was discussing using the gadget.

Once he thought that he get my decision, he asked me ok the 2nd design. Yes, let’s decide, I pick the 2nd sketch. Done, let’s move to another topic.

Next topic, rim and tire size. Both are main criteria in designing a modif bike. We should decide at before moving further on, he said. He suggested to have 18 in rim for both rear and front. Not using Yamaha Scorpio’s standard rim of course. We then have discussed and decided key issues among other having different or same tire size for front and rear wheel, pattern, suitability to maintain classical look, local or imported tires etc.

Engine, how about it?. I do want to have a powerful engine. Consequently, Scorpio engine have to be bored up, adding at least become 25 cc to become 250 cc. He softly again replied that Scorpio engine is powerful enough. For this particular design, no need to increase the cylinder capacity. Are you sure about that sir? I asked him. Yes sir, I have tried Scorpio on ascended slope, up to the mountain, he pointed the shadow of a big volcano over there. Yes we have to change the carburetor, tuning up, and apply new settings to provide optimal combustion, he concluded. Okay, let me think about it. I whispered to myself, he should be damn right on this particular issue!.

We will use the common carburetor, he added. Vacuum carburetor clearly won’t suit for this purpose. Common carburetor, karburator skep in Bahasa Indonesia. Keihin 28 or Mikuni? PE, PWK ? I asked. Yes, we can apply Keihin PE, PE is enough to support the engine. PE is enough. However, is quite difficult find Keihin carb lately in this town, he complained. We will find one in Jakarta.

Our discussion continued to other key issues like payment and work plan. Finally he asked me to send the donor bike. I will. I have been looking for it, my answer to him.
I did a brief wrap up of our discussion, emphasizing on a set of my approval and next steps to be taken. Salaam (peace).

Sabtu, 08 Februari 2014

Sketsa Desain Pertama


Pada tengah malam medio pertengahan Januari 2014, HP Samsung S II saya berbunyi tanda ada email masuk. Saya tutul layar HP utk membaca email baru yang tercatat masuk pukul 00:16. Email dari Mas A the builder, isinya singkat Malam Pak, Ini sket desain dari Mas A, monggo, matur nuwun.
Saya tutul untuk membuka lampirannya, ternyata 2 sketch design bobber. Hore!! Bisik saya dalam hati. Kalau keras-keras bilang hore, nanti yang tidur bisa bangun he he he. Langsung saya balas, Terima kasih, nnt sy cermati.
Besok paginya saya lihat ke dua sketsa tersebut di layar Samsung Note 10. Lampirannya bukan desain komputer, tapi hand drawing. 1st render lah. Di bawah gambar ada tulisan huruf kapital o) PROJEKTZ YAMAHA SCORPIO Þ MAS nama dan kota saya. Di kanan bawah ada tandatangan mas A the builder, dan tanggal. Dari tanggalnya, desain pertama dan kedua rupanya beda sehari.
Keduanya desain bobber, single seater. Stang agak melengkung ke belakang, tapi ndak seperti sepeda mini jaman mbiyen. Sesuai permintaan warna dasar motor seperti coklat-oranye army gurun.
Desain bobber pertama klasik. Desain tangki manis, kurva melengkung dari stang sampai di bawah seat. Frame indah, kombinasi tegak-miring. Dari stang depan miring ke bawah mesin. Satu lagi dari bawah tempat duduk. Satu lagi, ada hubungan antara tangki dan frame yang mengesankan keduanya merupakan seakan-akan 1 bagian. Sulit dituliskan, tapi percayalah … unik! Tempat duduk model vintage, segitiga tanpa per di bawahnya.
Lampu kecil di atas stang. Ada lengkungan kerangka di bawah seat yang sulit dituliskan, tapi indah! Swing arm unik, betul nggak boong, unik banget!! Silinder kunci berada tepat di bawah seat. Kedua ban gambot, diameternya mestinya sama. Garpu depan bulat custom, khas Mas A the builder. Bukan bulat seperti teleskopik. Di beberapa desain Mas A the builder sebelumnya, dia gunakan juga fork seperti itu.
Desain kedua, tetap klasik, tapi agak nakal sedikit. Warna cenderung ke arah oranye dibanding coklat. Secara umum sama seperti desain pertama. Tangki seperti “melayang” di atas frame. Ada jarak antara stang depan dengan tangki.  Ada nuansa frame segitiga di antara keduanya, unik! Ada jarak juga antara tangki dengan seat.
Fork depan tidak kalah unik dengan desain pertama. Dua pipa miring dari stang ke as roda depan. Ada mekanisme yang sulit dituliskan, tapi intinya yang “main” di bawah. Ini juga fork khas mas A the builder. Spring depan terlihat jelas dari depan dan samping. Di depan spring ada lampu depan.
Saya ingin sharing kedua desain itu, tapi apresiasi terhadap mas A menghalangi saya untuk unggah ke internet.
Saya diskusikan dengan nyonya dan minta pendapat ke Kang A, my best  friend di Parijs van Java. Bolak balik mengkaji dan berdiskusi dengan mereka berdua. Saya cenderung memilih sketch design ke dua.
Saya kirim email ke mas A menyampaikan kalau saya akan ke kotanya lagi. Tapi seperti yang diduga, operator email bukanlah dia. Sekitar seminggu kemudian, Mas A the builder, sms saya menanyakan apakah sudah menerima sketch design. Lalu saya telpon balik, dan sampaikan kalau sudah saya balas emailnya. Lalu saya menyampaikan rencana ke workshop dia lagi minggu depan. Ada beberapa pertanyaan mas, nanti kita diskusikan di workshop. Setelah itu saya putuskan pilihan desain yang mana, kata ku. Siap, saya tunggu, balas Mas A the builder.
A very good job mas A the builder. Salaam.

Memutuskan Pesanan

Selama 3 minggu sejak Pertemuan Pertama dengan Mas A the builder, saya berpikir apakah jadi atau tidak memesan motor modif. Pertanyaan mendasar yang saya pikirkan adalah apa manfaat punya motor modif?
Tidak ada keraguan di hati saya untuk memiliki motor modif. Terbayang desainnya yang wah. Imajinasi semakin liar, terbayang bahwa mata orang yang jelalatan melihat saya mengendarai motor tersebut. Motor saya bobber custom, bakal unik dan bisa jadi ada porsi hand made. Model pasti banyak yang sama, tapi di rincian pasti ada beda. Motor saya bukanlah motor modif pasaran. Melihatnya sekilas, orang tidak akan tahu bahwa itu basisnya Scorpio. Totally different.
Lha terus untuk apa punya motor seperti itu? Dipakai harian ke kantor juga nggak. Antar anak ke sekolah? Henteu. Antar istri ke pasar?  Ndak lah, lha wong di benak saya, motor itu single seat. Bentuk segitiga dari kulit, seperti motor PD II. Pikiran berorientasi efektivitas dan efisiensi terus bergayut di kepala saya. Ngapain buang uang untuk motor yang ndak efektif dan efisien digunakan?
Dulu saya pernah punya Toyota Hardtop hijau 1978. Gagah dan puas memakainya. Banjir ndak peduli, trabas saja. Boros ? Memang, tapi ndak saya pakai setiap hari kok. Kalau ada Metromini melawan arus, saya cuek saja. Nyetir lurus nggak berubah, ntar Metromini yang ngalah kok. Bodi Hardtop besi betul, bukan blek!  Saya pakai Jakarta – Sumbawa pp, berdua Kang A. Puass. Tapi setelah itu jarang saya pakai, kebanyakan diem di garasi. Bertahun-tahun seperti itu sampai akhirnya ada yang minat membeli dengan harga dua kali lipat harga beli dulu.
Itu juga yang saya kuatirkan. Kalau setahun dua tahun setelah saya miliki lalu bosan bagaimana? Ada masa kehilangan momentum untuk memanfaatkannya. Seperti Hardtop dulu.
Mari kita balik pertanyaannya. Untuk apa motor modif itu? Motor itu dipakai untuk nampang. Being exposed, nampaknya salah satu yang saya sukai. Saya bukan tipe orang yang ingin nampang. Namun sesekali di hidup ini, saya perlu momen untuk nampang abis. Jujur sesekali saya perlu being exposed.
Menyiapkan motor modif mestinya menjadi kegiatan yang mengasyikkan. Belajar sesuatu, dan memelihara harapan apa yang terjadi kalau saya punya motor tersebut, kayaknya fun banget. Nulis blog sekalian biar fun, without mentioning my name.
Karir, pekerjaan, dan penghasilan saya relatif mapan. Bukan top executive, bukan pula penghasilan sangat besar. Usia pun sudah setengah umur. Tapi tetap perlu fun. Keluar duit untuk fun, tidak terlalu masalah untuk saya.
Punya barang yang unik, entah mengapa, selalu menarik perhatian. Mungkin juga setahun dua tahun terakhir melihat acara-acara terkait seperti American Chopper, Car SOS, Kings of Restoration, Pawn Shop, Cajun Pawn Shop. Discovery Turbo juga sering saya lihat. Apresiasi saya terkait restorasi kendaraan dan kegiatan modif meningkat.
Saya selalu tertarik dengan inovasi baru. Dunia modif adalah dunia penuh inovasi. Ekonomi kreatif, pakai istilah pemerintah, menjadi kesukaan saya. Kerjaan saya terkait dengan promosi industri dalam negeri. Ini saatnya mendorong industri dalam negeri.
Kalau bosan dengan motor modif itu bagaimana? Yaa mudah-mudahan bisa saya jual dengan harga baik, amiin. Supaya kebosanan tidak datang cepat? Salah satunya saya harus terlibat aktif dalam mendesain dan menyusun spesifikasinya Keterkaitan batin akan jauh lebih besar. Ieu motor abdi, garis besar desain ti abdi. Builder nu nerjemahkeun, ngarancang, jeung ngabangunna.
Konsultasi dengan isteri menjadi bagian penting dari proses pengambilan keputusan. Saya jelaskan konsekuensinya, terangkan limitasinya. Budget menjadi bagian yang harus dijelaskan transparan. Ini bukan moge yang menghabiskan duit. Ini pakai motor yang jauh lebih murah, banyak di pasaran kok. Ini bukan motor sehari-hari. Ini motor yang saya pakai sesekali keliling perumahan, sesekali turing. Narsis dikit. Tapi maaf, motornya tidak ada boncengannya.
Saran dia, sholat istiqoroh agar diberi petunjuk supaya keputusan menjadi berkah. Saya sholat Istiqoroh 2 kali. Bukan mimpi atau petunjuk pasti yang saya dapat. Yang jelas, keinginan saya memiliki motor modif justru semakin besar.
Dari status ekonomi yang saya miliki, mestinya ndak masalah membangun motor modif. Dari kebanggaan yang nantinya saya dapat, mestinya membawa berkah tho. Mungkin Tuhan menyuruh saya memutuskan sendiri. Nggak usah dijawab ya, putusen dewe, kira-kira demikian kali.
Setelah mengevaluasi “respons” Tuhan, saya minta ijin ke istri saya untuk menelpon Mas A. Telpon saja, kata my lovely wife. Bismillah, lalu saya telpon dia untuk memesan motor modif.
Diskusi singkat terjadi di antara kami. Saya bertanya kapan sketch design bisa dikirim ke saya. Dia jawab sekitar 5-6 hari akan dikirim via email. Saya berikan no hp dan email saya. Bukan no dan email utama. Saya sudah buat email address khusus untuk berkomunikasi dengan dia. No hp pun beda dengan no yang sering saya pakai. Biar nggak tercampur dengan urusan kantor dan sehari-hari, maksud saya begitu.
Mas A lalu bertanya tentang kriteria pertama dalam mendesain motor. Apa jenis mesin yang mau saya pakai? Saya jawab Yamaha Scorpio, bore up. Motor seperti apa?, itu pertanyaan berikutnya. Lah Ini kriteria kedua. Seperti yang kita diskusikan di Pertemuan Pertama mas. Bobber ala PD II. Baik pak, saya akan gambar berdasarkan mesin Yamaha Scorpio. Nanti ada 2 opsi gambar bobber, kita diskusikan setelah mas terima email dari saya, pungkas Mas, A the builder.
Bismillah, in His Name, semoga putusan ini membawa berkah. Salaam.

Mengkaji Motor Donor: Yamaha Scorpio


Dalam penelusuran internet dan diskusi dengan builder, saya tertarik untuk menjadikan Scorpio sebagai motor “donor” (donor bike), alias motor dasar yang akan dimodif.
Saya nol pengetahuan, apalagi pengalaman, dengan Scorpio. Mendengarnya pun baru-baru ini. Lain dengan Honda Tiger atau Mega Pro yang ngetop.
Kriteria
Mas A, the builder, memberikan kriteria, mesin motornya harus bertenaga. Cukup banyak di pasaran. Mesin 225 cc Scorpio, di-bore up, menjadi pilihan. Ukuran mesin bongsor, menimbulkan kesan berat, serta menghindari kesan ruang kosong. Dampaknya motor lebih mudah didesain.
Mas A juga bilang, “mungkin yang dipakai hanya mesinnya saja pak”. Lainnya custom! Makanya saya pelajari sungguh-sungguh tentang mesin Scorpio.
Asal Mula
Scorpio ternyata sudah ada di Indonesia sejak 2001. Masa kejayaan penjualannya pada 2004-2006. Sayang penjualannya terus menurun. Tahun 2014 ini hanya 1.000 unit  yang akan dijual, The Scorpion King limited edition namanya. Coraknya  Scorpio raksasa memeluk tangki dan warna khas emas. Cuma 1.000 bro sis!! 
The Scorpion King limited edition. Sumber: Detikoto.
Market positioning-nya memang rada susah. Di kelas bawahnya, ada adiknya yaitu V-ixion dengan 150 cc yang lebih laku. Masyarakat memang lebih suka cc kecil yang lebih murah, 150 atau 200 cc.
Pada masanya, ini motor “laki” dengan kapasitas terbesar. Honda Tiger hanya 200cc. Lalu muncul Kawasaki Ninja dengan 250 cc, Honda CBR dst. Posisi kapasitasnya unik, sendirian di antara 200 cc dan 250 cc. 
Mesin Yamaha Scorpio 4 tak ditujukan untuk mengganti Yamaha RX King (2 tak) yang sangat legendaris. Yamaha Scorpio dirancang dan dibangun dengan mengambil basis mesin dari Yamaha XT225 yang diproduksi di Jepang. Mesin seperti apa yang muncul dibayangan anda kalau tahu Yamaha XT 225 adalah motor trail?
Yamaha XT225 alias Yamaha Serow
Tampilan mesin Scorpio dan Serow memang sedikit beda. Posisi busi keduanya berlawanan, desain silinder head tentu juga berbeda. Di internet ternyata spek mesinnya plek tenan. Keduanya sama-sama memiliki mesin 4 tak, SOHC, pendingin udara, diameter x langkah 70mm x 58mm dengan volume 223cc dan kompresi 9,5 : 1. Transmisi sama-sama 5 kecepatan, konfigurasi 1-N-2-3-4-5.
Ada yang bilang kalau mesin generasi 1 ini impor dari Jepang. Buatan Jepang diasumsikan lebih tangguh dan handal. Masuk akallah kalau penjualan awal pakai mesin impor dari Jepang. Masih sedikit, lebih untung kalau impor. Setelah Scorpio mulai laku (masa kejayaan tahun 2004-2006). Masuk akal juga setelah penjualan meningkat, baru mesinnya dibuat di Indonesia. Jadi mesin Scorpio, paling tidak 2006 ke atas, produksi Indonesia.
Ekspor Ke Jepang
Penjualan Scorpio di Indonesia turun terus, padahal mesin sudah diproduksi disini. Produksi mesin Scorpio turun dong, ada idle capacity. Rugi deh. Kalau saya pura-pura jadi pejabat tinggi Yamaha Indonesia, apa yang saya lakukan? Kapasitas produksi ndak sepenuhnya digunakan, padahal investasi mesin produksi sudah dilakukan, dan pekerja sudah dilatih. Saya akan ekspor mesin! 
Ternyata mesin Scorpio buatan Indonesia diekspor ke Jepang. Mesin Scorpio dipakai untuk menenagai motor Triker 250, supermoto XT250X dan trail Serow 250 yang juga dipasarkan di Jepang. Dulu impor mesin Scorpio, sekarang ekspor mesin Scorpio. Hebat. Kesimpulan pertama, mesin Scorpio buatan Indonesia kualitasnya baik.
Lho kok semua 250 cc, khan Scorpio 225cc? Perbedaan hanya pada diameter piston. Scorpio pakai 70 mm sedang Triker menggunakan piston 74 mm. Stroke-nya sama-sama 58mm. 
Yamaha Triker 250
 Ingak-ingak, mesin Scorpio di Jepang sono malah dipakai untuk trail dan jadi 250cc! Kalau bicara trail (Special Race, Supermoto, Mini Trail, ATV, dan Enduro Adventure), ada yang perlu dipahami: (i) mesin tentu didesain durable alias tahan lama, awet gitu loh; (ii) power mestinya besar, harus siap untuk medan buruk; dan (iii) akselerasi baik, medan buruk menuntut kemmampuan genjot gas mendadak. Kesimpulan ke dua, mesin standar Scorpio awet, bertenaga, dan akselerasinya baik.
Spesifikasi Umum
Spesifikasi Yamaha Scorpio Z (diadopsi dari Pak Lik Wiki)
·      Tipe :                                                      4 langkah
·      Teknologi :                                             SOHC
·      Pendingin            :                                  udara
·      Diameter x langkah :                             70 x 58 mm
·      Volume Silinder :                                   223 cm
·      Susunan Silinder :                                   Tunggal Tegak
·      Perbandingan Kompresi :                      9.5 : 1
·      Jenis dan Sistem Pengapiannya :          DC-CDI
·      Kopling :                                                   manual basah
·      Gigi Transmisi :                                        5 kecepatan, 1-N-2-3-4-5.
·      Rem depan :                                            cakram double piston
·      Rem belakangnya :                                 tromol
·      Sistem Starter :                                        Kick & Electric.
·      Daya Maksimum :                                   19 PS/8.000 RPM
·      Torsi Maksimum :                                   1.86 kgf.m/6.500 RPM
·      Kapasitas Oli mesin :                              1.400 ml
·      Tipe Karburator :                                    MIKUNI BS30 x 1
·      Tipe Baterai :                                          GM7B-4B
·      Tipe Busi :                                              NGK/DP8EA-9
Single Overhead Camshaft (SOHC), artinya satu buah poros kem (noken as). teknologi ini menggunakan satu buah poros kem (noken as) yang disimpan di kepala silinder (cylinder head). Dibanding DOHC, mesin SOHC  lebih murah dan mudah perawatannya.  Kompresinya juga kebih tinggi. Kelemahannya akselerasi mesin tipe SOHC relatif lebih lambat dari DOHC.
SOHC. Sumber : Detikoto dan How Stuffworks 
Untuk mesin dengan perbandingan kompresi besar, BBMnya wajib berkualitas. Wajib pakai bensin beroktan tinggi, Pertamax atau Pertamax Plus. Salah satu artikel di internet membahas hubungan antara rasio kompresi dengan jenis bahan bakar. Untuk perbandingan kompresi 9,5:1, disarankan menggunakan Pertamax dengan nilai oktan 92. Pertamax tepat digunakan untuk perbandingan kompresi 9:1 – 10:1.
Ada penjelasan menarik di Kompasiana tentang daya dan torsi. Saya kutip dari Kompasiana Torsi yang membuat kendaraan bergerak, dan tenaga yang menjadikannya bergulir lebih cepat.
Analoginya kuda dan sapi. Kuda sanggup berlari kencang. Sapi mampu menghela muatan gerobak jauh lebih banyak dari kuda. Kuda dikatakan daya maksimumnya (tenaga) lebih besar dari sapi. Sapi disebut memiliki torsi lebih besar dari kuda. Mobil balap, tenaganya harus besar. Namun jalurnya yang cocok yaa relatif rata. Truk torsinya harus besar, penting mengangkut beban berat dan jalur menanjak.
Dengan maksimum sebesar 19 PS tercapai pada 8.000 RPM. Mesin ini mestinya enak disuruh ngebut. 8.000 RPM kali keliling roda, kebayang deh jarak tempuh per menit (kecepatan maksimum).
Pak Lik Wiki bilang torsi maksimum 1.86 kgf.m (atau 18,25 Nm) tercapai 6.500 RPM. Kalau untuk dipakai wira-wiri di kota, torsi yang penting. Untuk macet dan tanjakan, karakter torsi yang lebih penting. Lalu lintas di kota berciri stop and go, maju-jalan. Torsi besar pada putaran rendah mampu mengiritkan BBM. Torsi Yamaha Scorpio termasuk badak, masih enak banget dibawa keliling kota.
Spesifikasi Rinci
Yamaha Scorpio generasi pertama (2001-04) sudah pakai CDI sehingga mesin dapat berputar pada RPM tinggi. Ukuran pilot jet 17,5, daripada Scorpio generasi berikutnya (15).
Scorpio generasi kedua (Scorpio Z) masuk pasar tahun 2005 – 10. Koil Scorpio Z produksi tahun 2005 dianggap istimewa, diduga mampu menghasilkan percikan api busi yang lebih besar. Konon koil Scorpio 2005 favorit untuk meningkatkan performa pengapian. Kode koil Scorpio Z 2005 adalah 5BP, sedangkan produksi 2001 – 2004 dan 2006 berkode U4S. Mulai produksi tahun 2006, Scorpio dilengkapi dengan AIS (Air Induction System) untuk mengantisipasi EURO II. Sejak itu, tidak ada lagi perubahan mesin Scorpio.
Sebagai catatan, ada 1 artikel di internet yang bilang kalau kinerja mesin Scorpio Z lebih baik dari New Scorpio Z (2010- ke atas). Daya maksimum dan Torsi New Scorpio Z tercatat 17,95 HP @ 8000 RPM serta torsi 17,46 Nm @ 6500 RPM. Bandingkan dengan Scorpio Z lawas mencapai 18,74 HP @ 8000 RPM & torsi 18,25 Nm @ 6500 RPM. Mungkin karbunya berbeda untuk menghemat BBM.
Kesimpulan ke tiga, Scorpio Z tahun 2006 merupakan target pencarian. Fitur mesin sudah versi terakhir. Kalau benar sinyalemen di atas, maka daya maksimum dan torsi malah lebih besar dibanding mesin Scorpio terbaru. Harga motor mestinya paling murah dibanding tahun-tahun lebih baru padahal fitur mesin sama. Paling beda facelift hungkul. Fokus saya di mesin, bukan yang lainnya. Lha mesin thok yang mau dipakai.
Mesinnya tangguh, tidak rewel, serta minim perawatan. Satu pengguna yang telah 9 tahun memakai Scorpio melaporkan di internet Tarikan mantap, kalau tidak ada boncenger, nanjak ke gunung wonosari minim ya gear 3 kalau kepaksa, gear 4 masih ketawa :D, gear 5 masih bisa kepakai buat nanjak kalau ada ancang-ancang. Pengguna lama seperti ini sengaja tak kutip, shoheh faktanya. Jadi mesin Scorpio muantep tho?
Diameter (bore) x langkah (stroke) mesin Scorpio 70 x 58 mm. Naon maksudna? Bore = diameter silinder atau isi liner. Stroke itu jarak piston bergerak maju-mundur. Mesin Scorpio disebut overbore, yakni ukuran bore > stroke. Power maksimum terjadi pada putaran menengah dan tinggi. Cocok untuk motor sport yang menuntut kinerja mesin. Di putaran bawah yaa sebaliknya boss.
Mesin over bore hampir semua pakai manual clutch. Kalau tidak ada kopling manual pasti akan terjadi hentakan atau mbrebet di putaran rendah gigi 1. Tanpa kopling manual, usia gear box dan rantai beresiko pendek. Sebaliknya, mesin overstroke, ukuran bore < stroke, dipakai untuk motor-motor matik. Cocok untuk santai-santai dan perkotaan yang macet.
Motor custom yang saya inginkan ukurannya lebih besar sedikit dari Scorpio, ban lebih gambot, dan tarikan harus yahuuudd. Mesinnya harus lebih kuat dari Scorpio biasa. Mosok motor custom saya, sudah bagus-bagus dibangun, eh pas di tanjakan disalip motor biasa? Honda Tiger nggak boleh nyalip. Suzuki Thunder, kalau pun bisa nyalip, harus motor yang super prima. Lalu ... mana bisa kakak Scorpio disalib adik-adik V-Ixion atau Byson. Pendeknya …  teu meunang nyalip euy!!
Ada 2 opsi: (i) mengoprek mesin dan komponenenya tanpa mengubah standar pabrikan; dan (ii) bore up, digedein cc-nya untuk menjamin kinerja mesin yang lebih besar. Opsi (i) banyak caranya, misalnya ganti busi, koil, karbu, pakai pertamax, porting and polish dsb.
Mas A, the builder, pernah bilang, tanpa di-bore up pun mesin standar Scorpio sudah bertenaga. Saya coba di tanjakan, kuat kok mas, jarene dek e. Bore up atau tidak tergantung selera. Customer dia ada yang minta bore up (opsi ii), ada yang  membiarkan mesin standar pabrikan (opsi i). Tapi untuk memenuhi keinginan saya, kayaknya bore up deh. Ben puas sisan, mumpung mbangun motor rek.  Kesimpulan ke empat, mesin Scorpio agar lebih puas dipakai sebaiknya di-bore up.
Cara mudah meningkatkan torsi yaitu dengan meningkatkan kapasitas mesin, bore up tentunya. Hanya saja dampaknya konsumsi BBM makin boros. Mesin semakin panas karena sistem pendingin mesin kan tetap sama. Daya tahan mesin bisa berkurang, terutama komponen yang masih spesifikasinya sama.
Bicara motor custom, tidak ada yang salah tidak ada yang benar. Selera dan batasan pemilik dan builder yang menentukan. Betul bore up akan membuat semakin boros BBM. Untuk motor yang dipakai harian, hal ini tentu dihindari. Motor modif ini tidak diniatkan untuk dipakai tiap hari. Mesin semakin panas, betul juga, ndak dibantah lah. Nanti coba dikonsultasikan agar ndak terlalu panas, misalnya nambah oil cooler.
Yamaha Scorpio memakai karburator tipe vacuum yang dikenal efisien. Gerak naik turunnya skep dimainkan oleh karet membran (diapraghm berkode 5BP-14940-00). Karbu konvensional, naik turunnya skep langsung digerakan oleh tarikan kabel throttle.
Karbu skep lebih responsif  dibanding karburator vakum. Kalau karet vakum sudah keras, karena usia, isapan venturi menjadi kurang maksimal. Akibatnya akhirnya tenaga motor jadi kurang responsip.
Karburator tipe vakum sangat mengharuskan kebersihan udara yang masuk. Bila partikel debu terbawa masuk oleh udara, akan menutup lubang-lubang main jet/pilot jet. Partikel debu dapat menggores dinding skep berlapis teflon hitam. Kalau sudah tergores, kevakuman tentu berkurang. Naik turunnya skep tentun tidak sempurna (endut-endut-an saat RPM rendah). Kalau jalan macet dan RPM rendah, motor tidak berjalan mulus.
Membran juga mudah tergores dan robek. Bila robekan karet vacuum kecil selubang jarum, cukup ditotol lem super untuk menutup lubang. Kalau ganti karet, baca-baca di internet harganya lumayan. Namun apabila skep yang tergores parah (hilangnya lapisan teflon hitam) dan karet vacuum berlubang bahkan robek, kinerja karbu langsung melorot. RPM rendah tidak nyaman dan boros bensin. Bila sudah demikian, buang saja karbunya. Kesimpulan ke lima, karbu vacuum Mikuni diganti saja.
Setelah dipelajari, untuk Scorpio yang populer karbu Keihin 28, alias diameter venturinya 28 mm. Keihin tipe PE, PWL, atau PWK ngke urang diajar heula. Salaam.